Ketika mendengar Alfred Riedl dipecat oleh pengurus baru PSSI saya terkejut. Hal itu disebabkan pencapaian Riedl saat menjabat menjadi pelatih timnas, terutama saat ajang Piala AFF 2010, tidak terlalu mengecewakan. Meskipun hanya menjadi juara 2, taktik yang dipakai oleh Riedl pada ajang tersebut sangat atraktif dengan menjaringkan banyak gol pada saat putaran grup. Selain itu, banyak bintang baru pemain timnas yang dimunculkan, seperti Zulkifli Syukur, M.Nasuha, C.Gonzales, Irfan Bachdim, dan lainnya. Dengan mengandalkan permainan bola pendek dan satu dua sentuhan, lawan dibuat kocar-kacir. Pergantian pemain pun tepat dilakukan saat pemain yang diganti sudah cukup atau tidak memberikan kontribusi sama sekali. Riedl juga mengaharapkan pemain timnas berkonsentrasi hingga akhir pertandingan.
Lain halnya dengan Wim Rijsbergen. Taktik yang dipakai hanya ampuh di awal pertandingan tapi sia-sia di akhir dan pergantian pemain pun tidak tepat dilakukan. Pada saat menjamu Turkmenistan di GBK, awal permainan timnas sangat menjanjikan dengan unggul 3-0 pada akhir babak pertama. Tapi ketika masuk babak kedua permainan berubah. Ketika sudah unggul 4-1, stamina pemain sudah habis dan lawan mendapat kartu merah, taktik serta pergantian pemain yang dilakukan sangat tidak efektif. Pergantian M.Ilham dan Firman Utina dengan Okto dan Tony Sucipto terbukti sebuah kesalahan. Memang Ilham tidak terlihat berperan aktif sepanjang pertandingan tapi pergantian Firman yang merupakan blunder. Firman selama bermain cukup memberikan arti sebagai playmaker timnas. Okto yang dplot bermain di sayap kiri, terbukti sangat individual dan jarang membantu pertahanan sehingga pertahanan kiri timnas agak bolong dengan hanya mengandalkan Nasuha. Tony Sucipto pun yang bermain sebagai gelandang bertahan tidak ada andil sama sekali hingga lawan bisa memperkecil kedudukan.
Memang baru dua pertandingan baru dilakoni oleh pelatih Rijsbergen, tapi saya sebagai fans sejati timnas merah putih, meragukan kapabilitas pelatih saat ini. Bila permainan melawan Turkmenistan saja tidak meyakinkan, bagaimana dengan lawan yang jauh lebih unggul??? Mungkin terlalu jauh untuk mengalahkan lawan, seperti Jepang atau Korsel, tapi mengalahkan lawan dari pot 3 pun terlihat sulit. Pergantian pelatih pun seakan ada "sesuatu" karena faktor LPI. Riedl sama sekali tidak memanggil pemain yang ada di kompetisi tersebut, seperti Irfan Bachdim. Sikap Riedl tersebut sebenarnya bisa dipahami sebab pemain yang bermain di LPI tidak terdaftar, baik di PSSI maupun FIFA, sehingga mencari aman dengan tidak memanggil pemain tersebut. Ketika kalah di final AFF CUP 2010 oleh Malaysia, fans tidak rusuh malah mengapresiasi kerja keras pelatih Riedl dengan mengaharapkan Riedl bertahan sebagai pelatih.
Saya dan fans lain merah putih berharap semoga pemilihan Rijsbergen tidak menjadi sebuah blunder dan pelatih bisa meningkatkan permainan.
No comments:
Post a Comment